Mungkin asing sekali kata
debirokratisasi sendiri jika dalam dunia pendidikan. Sebenarnya debirokratisasi
ini memiliki arti bahwa administrasi yang dicirakan oleh kepatuhan suatu
aturan, prosedur atau jenjang kewenangan sehingga sering mengakibatkan
kelamabanan kerja, kerumitan perolehan hasil dan penundaan gerak. Begitupun yang
terjadi di dalam pendidikan dalam usaha memperoleh pengetahuan di Indonesia pada
saat ini.
Pengetahuan terbirokratisasi adalah
sejumlah paket-paket pengetahuan yang di konsumsi oleh siswa di kontrol
dibatasi dalam sekat-sekat standar kompetnsi dasar, indikator, materi pokok dan
alokasi waktu secara sistematik. Proses pembelajaran menjadi cenderung “delivering of information” bukan
eksplorasi oleh para siswa karena paket paket pengetahuan tersebut dipresepsi
sebagai bersifat baku, siap saji, siap pakai. Selaras dengan pendapat Freire
(2005:59) bahwa pendidikan gaya banking mengabdi pada tujuan-tujuan yang sangat
efisien.
Pelajaran yang verbalistik, bahan bacaan
yang telah ditentukan, metode-metode yang ditentukan untuk menilai pengetahuan,
jarak antara guru dan murid, ukuran untuk kenaikan kelas “segala sesuatu yang
telah dipersiapkan ternyata melumpuhkan mereka”. Kelumpuhan siswa dimulai
ketika mereka di kondisikan dalam budaya bisu dikelas dengan kegiatan belajar
yang mekanistis. Pengetahuan mereka disekat oleh buku dan LKS, kisi-kisi
menjelang ulangan, itulah penjara akal yang sangat nyata ada dalam realitas
pendidikan persekolahan di Indonesia.
Sumber : Kesuma
Dharma dan Ibrahim Teguh. (2016). Struktur Fundamental Pedagogik. Bandung:PT.
Refika Aditama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar