Saat melihat orang menguap, secara tidak
sadar, kita akan ikut menguap. Dengan kata lain, menguap bersifat menular
sekaligus sebagai tanda cara manusia berempati.
Sebuah penelitian dilakukan kepada
anak-anak normal dan penderita autisme. Mereka diajak menonton sebuah video
berisi orang-orang yang sedang menguap. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
anak-anak normal terlihat lebih sering menguap ketimbang anak-anak autisme. Hal
itu dianggap wajar karena anak-anak autisme memiliki gangguan yang memengaruhi
interaksi sosial, termasuk kemampuan berempati kepada orang lain. Ini
menguatkan teori bahwa menguap bersifat menular sebagai rasa empati kepada
orang lain.
Adrian G. Guggisberg, MD, seorang dokter
di Universitas Geneva, Swiss, pun setuju dengan teori tersebut. Dia melihat
efek menular dari menguap sebagai petunjuk utama. Menurutnya, makin banyak
orang yang mudah tertular dengan menguap, maka makin baik pula kemampuan mereka
berempati.
“Pada manusia, sudah jelas bahwa menguap
memiliki efek sosial,” ungkapnya.
Guggisberg juga menyebutkan, selama ini
aktivitas menguap dikaitkan dengan rasa bosan atau mengantuk. Dia pun
mengasumsikan bahwa orang yang menguap saat berkomunikasi dengan seseorang
menjadi tanda orang tersebut tidak nyaman selama sesi perbincangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar